Selasa, 18 Oktober 2016

Review: Moebius


Tahun rilis: 2013
Sutradara: Kim Ki-duk
Bintang: Cho Jae-hyun, Seo Young-joo, Lee Eun-woo
My rate: 3.5/5


Seorang wanita, yang memergoki suaminya berselingkuh, hendak balas dendam dengan memotong kemaluan sang suami. Saat gagal, dia melakukannya pada putranya, lalu menelan potongannya. Menambah keabsurdan adegan ala berita kriminal di koran kuning ini, semua adegan itu dibuat tanpa dialog sama sekali. Tentu saja, adegan pembuka ini adalah sesuatu yang bisa Anda bayangkan dari sutradara senyentrik Kim Ki-Duk, dan menakjubkan bahwa dia bisa menciptakan film yang begitu tak nyaman dilihat sekaligus menarik untuk ditonton dari awal sampai akhir nyaris tanpa dialog.

Moebius mengikuti kisah tiga anggota keluarga disfungsional plus seorang wanita muda pemilik warung selingkuhan sang ayah, yang kemudian menjadi kekasih si anak. Setelah sang ibu menyunat sang anak karena cemburu, sang ayah memutuskan "menyumbangkan" alat kelaminnya sendiri untuk si anak. Sembari menunggu operasi, sang ayah berusaha meneliti berbagai metode untuk memuaskan gairah seksual tanpa melibatkan alat kelamin, untuk diajarkan pada si anak.

Si anak sendiri juga terlibat dalam "petualangan" yang tak kalah absurd. Dia menemui wanita muda selingkuhan ayahnya, yang akhirnya menjadi cinta pertamanya. Setelah dipaksa segerombolan berandalan untuk memerkosa wanita ini (yang akhirnya mengetahui rahasia kondisi fisiknya), si anak dan si wanita menjadi kekasih, dan mereka mengeksplorasi cara yang tak kalah absurd dengan yang diteliti sang ayah untuk memeroleh kepuasan seksual, hingga berujung pada klimaks yang sepertinya didedikasikan untuk membuat penonton menjadi sangat tak nyaman dan ternganga.

Materi yang ada di dalam film ini mungkin merupakan sasaran empuk untuk dijadikan komedi seks kasar, apalagi dengan adegan demi adegan yang tanpa dialog sehingga hanya bergantung pada ekspresi dan bahasa tubuh para aktornya sehingga mungkin akan membuat Anda tertawa kecil di beberapa bagian. Akan tetapi, Kim berhasil membuat film absurd miskin dialog ini mengalir dengan alami, sealami yang bisa dimungkinkan oleh premis janggalnya.

Film ini sarat dengan simbolisme samar yang dijejalkan dengan mulus oleh Kim, seperti pisau yang diambil sang ibu dari bawah pajangan patung kepala Buddha, referensi ke komplek Oedipal, dan beberapa adegan (terutama setelah sang ibu sempat pergi dari rumah) sedikit berkesan surealis, seperti ketika sang ibu berjalan telanjang kaki di kota dan melihat seorang wanita sedang sembahyang di pinggir jalan. Dan jika Anda pikir wajah si wanita selingkuhan sang ayah (yang kemudian menjadi kekasih si anak) sangat mirip dengan wajah sang ibu, itu karena mereka memang dimainkan oleh aktris yang sama. Keputusan yang disengaja, dan silakan Anda menebak-nebak sendiri apa maknanya.

Bicara soal film yang membuat penonton tak nyaman, Kim memang jagonya. Jika adegan kastrasi paksa oleh sang ibu belum membuat Anda tak nyaman, masih ada adegan perkosaan, serta salah satu cara pemuasan tanpa penetrasi yang ditemukan sang ayah, yaitu dengan rasa sakit. Adegan saat sang ayah dan anak mengeksplorasi metode baru ini (yang tak akan saya bocorkan apa!) disorot dari jarak dekat, lengkap dengan close-up dan efek suara yang akan membuat berjengit.

Ketiga aktor utama film ini bermain sangat apik sebagai sebuah keluarga disfungsional, yang adegan kesehariannya kontras dengan keindahan rumah mewah mereka. Saya belum pernah melihat adegan sarapan sendiri-sendiri yang begitu membuat depresi seperti itu, namun di saat yang sama, itu sesuatu yang bisa Anda temukan di banyak rumah di dunia nyata. Dan sungguh, kalau Anda "sial" menjadi anak yang dilahirkan di tengah-tengah keluarga ini, mungkin Anda sebaiknya entah menabung saja untuk ngekos, atau ikut "mengalir" bersama kegilaan keluarga Anda tanpa tahu ke mana Anda akan menuju.

1 komentar:

  1. Gila sih , alur nya ga karuan , aku ngilu banget mereka gosok gosok pakai batu

    BalasHapus

Gimana pendapat Anda?