Kamis, 13 Juni 2019

Review: BuyBust


Tahun rilis: 2018
Sutradara: Erik Matti
Bintang: Anne Curtis, Brandon Vera, Alex Calleja, Nonie Buencamino, Levi Ignacio, Ricky Pascua, Joross Gamboa, Lao Rodriguez
My rate: 3.5/5


BuyBust adalah jawaban Filipina untuk film laga sekelas The Raid, yang memadukan ketegangan operasi polisi khusus dengan koreografi laga rumit di tengah konstruksi urban sempit, dan dilakukan oleh aktor-aktor yang bukan Jackie Chan, Jet Li, Keanu Reeves, atau aktor-aktor laga gaek Hollywood. BuyBust memiliki "ruang pergerakan" horizontal, di mana para karakter polisinya menembus berbagai halangan, rintangan, dan serangan di sebuah perkampungan kumuh. Aksi dan kekerasan yang berdarah-darah serta berkesan eksploitatif mungkin sedikit mengaburkan latar belakang politik dan sosial di Filipina era Duterte yang coba diangkat sutradaranya, namun koreografi adegan aksi yang cantik membuat napas tetap tertahan sepanjang durasi.

BuyBust memotret misi tim satuan elit PDEA (Philippine Drug Enforcement Agency) untuk memasuki sebuah perkampungan kumuh dan menemukan ketua geng narkoba bernama Biggie Chen. Satuan tersebut dipimpin Rico (Vera), yang dengan ramah menyambut anggota baru dari kesatuan lain bernama Nina Manigan (Curtis). Teban (Calleja), seorang pengedar narkoba yang ditangkap dan dipaksa menjadi informan, ikut dalam misi penangkapan tersebut. Misi tim tersebut dikendalikan oleh Detektif Dela Cruz (Rodriguez) dan Detektif Alvarez (Buencamino).

Satuan PDEA dibagi menjadi dua unit dan diperintahkan untuk memasuki perkampungan kumuh yang dikuasai geng narkoba. Walau tadinya mereka berniat melakukan misi tersebut dengan sesedikit mungkin gangguan, kedatangan mereka ternyata disambut para anggota geng narkoba yang balas menyerang, menandakan ada pengkhianat di antara mereka. Setelah salah satu tim dihabisi, tim lain yang berisi Nina dan Rico harus berjuang menyelamatkan diri, baik dari serbuan anggota geng maupun masyarakat perkampungan yang sudah muak dengan razia brutal tak berkesudahan oleh polisi.

Bahkan tanpa membaca sejumlah ulasan yang mengaitkan BuyBust dengan kebijakan keras Duterte, Anda yang cukup mengikuti berita tentang "perang lawan narkoba" di Filipina sudah akan tahu ke mana tema film ini menunjuk. Erik Matti, sang sutradara, bahkan sudah terkenal cukup nyaring dalam hal kritik terhadap Duterte. Membenturkan satuan antinarkoba dengan geng pengedar dan masyarakat kampung kumuh dalam film aksi brutal seolah mengejawantahkan wujud terbrutal dari kenyataan sadis: kematian warga sipil, kekerasan tak henti, serta korupsi dalam tubuh institusi yang melaksanakan "misi mulia" itu sendiri.

Tetapi, BuyBust bukan thriller politik yang memuat rincian rumit terkait keruwetan pelaksanaan perang antinarkoba di Filipina. Sama seperti The Raid, jalinan cerita dalam BuyBust hanyalah pintu untuk memanjakan mata dengan adegan-adegan aksi. Walau koreografi pertarungannya tidak serumit The Raid, kehadiran Brandon Vera yang seorang atlet MMA serta dedikasi Anne Curtis yang digembleng bela diri Kali dan pertarungan dengan pisau membuat setiap adegan pertarungan sangat memuaskan. Jika Anda tidak familiar dengan dunia film kontemporer Filipina, ketahuilah bahwa peran sebagai Mannigan yang keras dan jago berkelahi dengan sadis adalah peran yang sangat berbeda bagi Anne Curtis, yang sebelumnya dikenal sebagai aktris film-film drama romantis.

Adegan-adegan perkelahian dalam film ini bahkan lebih "kotor" dari The Raid. Ketika masyarakat kampung kumuh yang muak menyerang balik para polisi, mereka merancang jebakan cerdas di setiap lorong-lorong sempit. Matti dengan luwes menggerakkan kamera untuk menciptakan kesan klaustrofobik, mengajak kita menyusuri lorong sempit dengan napas terengah, berharap tidak ada balok kayu, pisau dapur, atau parang melayang dari sudut sempit yang tidak terduga (jangan tanya bagaimana rasanya ketika hujan mulai mengguyur dan adegan pertarungan menjadi dua kali lebih menegangkan karena banjir!).

Menyelipkan narasi "kebijakan keras Duterte" terdengar sia-sia di film ini. Hal tersebut seolah hanya alasan untuk menyelipkan sedikit elemen cerdas di dalam pameran kekerasan. Akankah Anda menaruh simpati pada seorang ibu yang anaknya dihajar ketika sang ibu ternyata bisa balik menghajar dengan pot bunga, gayung, pisau dapur, dan benda apa saja yang bisa diraih tangannya? Matti memang tampak mengambil posisi lebih netral dalam film ini, dan berfokus pada bagaimana kekerasan, pada akhirnya, memakan korban dari semua kelompok tanpa pandang bulu.

Pada awal-awal film, para polisi masih berusaha bertindak sebagai "pelindung" rakyat, memastikan agar masyarakat kampung kumuh tersebut tidak terluka. Akan tetapi, ketika kepentingan mulai berbenturan dan tidak ada jalan keluar lain kecuali kekerasan (yang tidak hanya diizinkan, tetapi bahkan disarankan), para polisi pun tidak ragu-ragu menghajar penduduk kampung kumuh tersebut, bahkan para wanita dan ibu-ibu juga tidak luput. Para polisi ini tidak lagi membedakan antara masyarakat biasa dan anggota geng narkoba. Yang mereka pikirkan hanya keluar dari sana, walau itu berarti harus memenggal kepala seorang gadis remaja. Kekerasan adalah satu-satunya bahasa, dan semua orang, bahkan anak-anak, menanggung akibatnya.

Koreografi kekerasan brutal di film ini sedikit mengikis kedalaman plot. Memang ada plot tentang pencarian dalang pengkhianatan di balik misi satuan ini, namun semuanya terasa dangkal atau terburu-buru. Ketika sang tokoh utama perlahan menguak siapa yang membuat satuannya terbunuh dengan tragis, semuanya selesai terlalu cepat, membuat saya tanpa sadar menyeletuk, "lho, sudah selesai?" Tapi itu tidak jadi masalah, karena Matti menghadiahkan banyak ketegangan dan pasokan adrenalin cukup banyak dalam adegan-adegan aksinya. Dari awal saya toh tidak menonton BuyBust karena ingin melihat kritik sosial. No, I wanna see some action.

Satu hal lagi yang membuat BuyBust terasa lebih "menyayat" dibandingkan The Raid mungkin adalah realisme di balik pameran kekerasannya. Matti dan timnya membangun replika perkampungan (barangay) seluas 8.000 meter persegi, lengkap dengan detail-detail yang mirip kampung kumuh sungguhan; sebuah mikromosmos urban dari lembaran kardus, seng, kayu rapuh, plastik, lampu-lampu kawat kecil, dan kawat kandang ayam. Tidak ada yang namanya "salju dan penjual mi ayam gerobak." Sinematografer Neil Derrick Bion memasukkan kameranya ke sudut-sudut tersulit kampung buatan tersebut, membuatnya tampak nyaris glamor namun juga gelap di saat yang bersamaan. Beberapa adegan nampak sedikit terlalu gelap, dan efek kamera bergoyang (shaky cam) mungkin akan mencegah Anda menikmati adegan aksi secara maksimal, tetapi hal ini juga tidak terlalu mengganggu keseluruhan suguhan aksi.

BuyBust mungkin menonjolkan aksi ketimbang cerita, namun penggarapannya membayar tuntas "ketimpangan" tersebut. Anda tidak perlu paham dunia perpolitikan negara tetangga atau bahkan mengerti bahasa Tagalog. Cukup nikmati film ini sebagai kisah survival ketika para karakter yang terperangkap dalam mimpi buruk urban di Manila harus berusaha keluar dengan selamat, bahkan jika itu berarti harus berkelahi di kampung kumuh dengan alat dapur sebagai senjata.

1 komentar:

Gimana pendapat Anda?